Sunday, March 24, 2019

ILMU KALAM : ALIRAN ASY'ARIYAH DAN MATURIDIYAH





 DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................. 2
Daftar Isi...................................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang................................................................................. 4
b.      Rumusan Masalah............................................................................ 5
c.       Tujuan.............................................................................................. 6
BAB II......................................................................................................... 7
PEMBAHASAN......................................................................................... 7
A.    Aliran Al-Asy’ariyah .......................................................................
1.      Biografi Al-Asy’ari ...................................................................
2.      Pokok Pemikiran Aliran Al-Asy’ari ..........................................
B.     Aliran Al-Maturidiyah ....................................................................
1.      Biografi Al-Maturidi .................................................................
2.      Pokok Pemikiran Aliran Al-Maturidi ........................................
BAB III....................................................................................................... 18
PENUTUP & KESIMPULAN.................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 19



BAB I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
Perkembangan ilmu kalam dalam lintasan sejarah islam, tampaknya tidak bisa terlepas dari peranan kelompok Al-Asy’ari dan Al-Maturidi,  Hal itu dibuktikan dengan keberhasilan Asy’ariyah dalam membendung arus paham Muktazilah sejak awal kemunculannya hingga pada masa-masa berikutnya.  Pergolakan antara dua kelompok tersebut terus terjadi baik dalam lingkup kecil maupun besar.
Karakteristik yang menonjol dari perbedaan kelompok ini adalah tentang penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesuciannya.[1]


Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering disebut dengan Sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus.[2] Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syi’ah.  Dalam pengertian ini, Mu’tazilah  –sebagaimana juga Asy’ariyah-  masuk dalam barisan Sunni.[3]  Adapun Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalam barisan As’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.[4]  Pengertian kedua ini lah yang digunakan dalam pembahasan ini.

b.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah ,yaitu :
1.      Bagaimana riwayat hidup Al-Asy’ari?
2.      Bagaimana pemikiran teologi Al-Asy’ari?
3.      Bagaimana riwayat hidup Al-Maturidi?
4.      pemikiran teologi Al-Maturidi?
c.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui riwayat hidup Al-Asy’ari
2.      Agar memahami pemikiran teologi Al-Asy’ari
3.      Untuk mengetahui riwayat hidup Al-Maturidi
4.      Agar memahami pemikiran teologi Al-Maturidi




BAB II
PEMBAHASAN
A.                Aliran Al-Asy’ari
1.      Biografi Al-Asy’ari
Asy’ariyah adalah satu firqah yang dinisbatkan kepada pemahaman Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullahu. Nama asli beliau adalah `Ali bin Isma`il bin Abi Bisyr Ishaq bin Salim bin Isma`il bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Burdah bin Musa Al Asy`ary, lebih dikenal dengan Abu Al Hasan Al Asy`ary. Dilahirkan pada tahun 260 Hijriyah atau 875 Masehi, pada akhir masa daulah Abbasiyah yang waktu itu berkembang pesat berbagai aliran ilmu kalam, seperti : al Jahmiyah, al Qadariyah, al Khawarij, al Karamiyah, ar Rafidhah, al Mu`tazilah, al Qaramithah dan lain sebagainya. Sejak kecil Abul Hasan telah yatim. Kemudian ibunya menikah dengan seorang tokoh Mu`tazilah bernama Abu `Ali Al Jubba`i. Beliau (Abul Hasan) seorang yang cerdas, hafal Al Qur`an pada usia belasan tahun dan banyak pula belajar hadits. Pada akhirnya beliau berjumpa dengan ulama salaf bernama al Barbahari (wafat 329 H). inilah yang akhirnya merubah jalan hidupnya sampai beliau wafat pada tahun 324 H atau 939 M dalam usia 64 tahun.[5]

2.      Pokok Pemikiran Aliran Al-Asy’ari
Adapun pandangan-pandangan Asy’ariyah yang berbeda dengan Muktazilah, di antaranya ialah:
a.       Bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kalau Tuhan mempunyai sifat, seperti yang melihat, yang mendengar, dan sebagainya, namun tidak dengan cara seperti yang ada pada makhluk. Artinya harus ditakwilkan lain.
b.      Al-Qur’an itu qadim, dan bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada.
c.       Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena diciptakan.
d.      Perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan diciptakan oleh Tuhan.
e.       Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah adalah adil. Mereka menentang konsep janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id).
f.       Mengenai anthropomorfisme, yaitu memiliki atau melakukan sesuatu seperti yang dilakukan makhluk, jangan dibayangkan bagaimananya, melainkan tidak seperti apa pun.
g.      Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini),[6] sebaba tidak mungkin pada diri seseorang tidak ada iman dan sekaligus tidak ada kafir. Harus dibedakan antara iman, kafir, danperbuatan.
Berkenaan dengan lima dasar pemikiran Muktazilah, yaitu keadilan, tauhid, melaksanakan ancaman, antara dua kedudukan, dan amar maksruf nahi mungkar, hal itu dapat dibantah sebagai berikut.

Arti keadilan, dijadikan kedok oleh Muktazilah untuk menafikan takdir. Mereka berkata, “Allah tak mungkin menciptakan kebururkan atau memutuskannya. Karena kalau Allah menciptakan mereka lalu menyiksanya, itu satu kezaliman. Sedangkan Allah Maha-adil, tak akan berbuat zalim.

Adapun tauhid, mereka jadikan kedok untuk menyatakan pendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Karena kalau ia bukan makhluk, berarti ada beberapa sesuatu yang tidak berawal. Konsekuensi pondasi berpikir mereka yang rusak ini bahwa ilmu Allah, kekuasaan-Nya, dan seluruh sifat-Nya adalah makhluk. Sebab kalau tidak akan terjadi kontradiksi.

Ancaman menurut Muktazilah, kalau Allah sudah memberi ancaman kepada sebagian hamba-Nya, Dia pasti menyiksanya dan tak mungkin mengingkari janji-Nya.[7] Karena Allah selalu memenuhi janji-Nya. Jadi, menurut mereka, Allah tak akan memafkan dan memberi ampun siapa saja yang Dia kehendaki.

Adapun yang mereka maksud dengan di antara dua kedudukan bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak keluar dari keimanan, tapi tidak terjerumus pada kekufuran. Sedangkan konsep amar makruf nahi mungkar menurut Muktazilah ialah wajib menyuruh orang lain dengan apa yang diperintahkan kepada mereka. Termasuk kandungannya ialah boleh memberontak kepada para pemimpin dengan memeranginya apabila mereka berlaku zalim.

3.      Doktrin-doktrin Teologi Al-asy’ari
Formulasi pemikiran Al-asy’ari,secara esensial,menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks ekstrim di satu sisi dam Mu’tazilah di sisi lain. Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut watt barang kali di pengaruhi teologi ullabiah (teologi sunni yang di pelopori ibn kullab). Pemikiran-pemikiran al-asy’ariah yang terpenting adalah berikut ini:

Corak pemikiran yang sintesis ini menurut Watt, barangkali dipengaruhi teologi kullabiah (teologi Sunni yang dipelopori Ibn Kullab (w 854 M).[8]

Pemikiran-pemikiran Al-asy’ari yang terpenting adalah berikut ini:

a.        Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Dengan kelompok mujasimah (antropomorfis) dan kelompok Musyabbihah yang berpendapat, Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan sunnah, dan sifat-sifat itu harus difahami menurut harti harfiyahnya. Dilain pihak,ia berhadapan dengan kelompok Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat allah tidak lain selain esensi-Nya. Adapun tangan, kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh diartikah secara harfiah, melainkan harus di jelaskan secara alegoris.[9]

Al-asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki dan ini tidak boleh diartikan secara hartiah, melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok siatiah). Selanjutnya, Al-Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.[10]
b.        Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Dalam hal apakah manusia memiliki kemampuan untuk memilih,menentukan,serta mengaktualisasikan perbuatannya? Dari dua pendapat yang ekstrim, yakni Jabariah  yang fatalistik dan penganut faham pradeterminisme semata-mata dan Mutazilah yang menganut faham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri.[11] Al-asy’ari membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib), hanya Allah lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).[12]

c.         Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk

Walaupun Al-asy’ari dan orang-orang Mutazilah mengakui pentingnya akan dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-asy’ari mengutamakan wahyu, sementara mutazilah mengutamakan akal.[13]

Dalam menentukan baik dan buruk pun terjadi perbedaan di antara mereka. Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan Mu’tazilah berlandaskan pada akal.[14]

d.        Qadimnya Al-Qur'an

Mutazilah mengatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak qadim serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan berpendapat bahwa semua huruf, kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim.[15] Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.[16]  Nasution mengatakan bahwa Al-Qur’an bagi Al- Asy’ari tidaklah diciptakan sebab kalau ia diciptakan, sesuai dengan ayat:[17]

Artinya: “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia. (Q.S. An-Nahl:40)

e.         Melihat Allah

Al-asy’ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrim, terutama Zahiriyah yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akherat dan mempercayai bahwa Allah bersemayam di Arsy. Selain itu ia tidak sependapat dengan mutazilah yang mengingkari ru’yatullah (melihat Allah) di akherat. Al-asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi bilamana ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.[18]

f.          Keadilan

Pada dasarnya Al-asy’ari dan Mutazilah setuju bahwa Allah itu adil. Mereka hanya berbeda dalam memandang makna keadilan. Al-Asy’ari tidak sependapat dengan Mutazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah penguasa Mutlaq. Dengan demikan jelaslah bahwa Mu’tazilah mengartikan keadailan dari visi manusia yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asy’ari dari visi bahewa Allah adalah pemilik mutlak.[19]

g.         Kedudukan orang berdosa

Al-Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang di anut Mu’tazilah.[20] Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufr, predikat bagi seseorang haruslah salah satu diantaranya. Jika tidak mukmin ia kafir. Oleh karena itu, Al-Asy’ari berpendpat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufr.[21]

6.     Penyebaran Akidah Asy-'ariyah

Akidah ini menyebar luas pada zaman Wazir Nizhamul Muluk pada dinasti Bani Saljuq dan seolah menjadi akidah resmi negara. Paham Asy’ariyah semakin berkembang lagi pada masa keemasan Madrasah An-Nidzamiyah, baik yang ada di Baghdad maupun di kota Naisabur. Madrasah Nizhamiyah yang di Baghdad adalah Universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al-Mahdi bin Tumirat dan Nuruddin  Mahmud Zanki serta sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.

Juga didukung oleh sejumlah besar ulama, terutama para fuqaha Mazhab Asy-Syafi'i dan Mazhab Al-Malikiyah periode akhir-akhir. Sehingga wajar sekali bila dikatakan bahwa akidah Asy-'ariyah ini adalah akidah yang paling populer dan tersebar di seluruh dunia.[22]



B.                 Aliran Al-Maturidi
1.      Biografi Al-Maturidi
Sejarah Berdiri Dan Berkembangnya  Al-Maturidi
a.       Definisi Aliran Maturidiyah

Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.[23]

Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur  al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah  Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.

b.      Sejarah Aliran Al-Maturidi

Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di sebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M[25]. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur'an Makhas Asy-Syara’I, Al-jald, dll. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi yaitu Al-aqaid dan sarah fiqih.

Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahl-al-sunnah al-Jamaah, yang tampil dengan Asy’ariyah.Maturidiah da Asy’ariyah di lahirkan oleh kondisi social dan pemikiran yang sama.kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yng menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstriminasi kaum rasionalis,dimana yang berada di paling depan adalah kaum mu’tazilah,maupun ekstrimitas kaum tekstualitas di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabilah.

c.       Karya Aliran Al-Maturidi

1.      Buku Tauhid, buku ini adalah buku sumber terbesar keyakinan dan aqidah aliran Maturidiyah. Dalam buku ini untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, ia menggunakan Al Qur’an, hadis dan akal, dan terkadang memberikan keutamaan yang lebih besar kepada akal.

2.      Ta’wilat Ahli Sunnah, buku ini berkenaan dengan tafsir Al Qur’an dan di dalamnya dijelaskan tentang keyakinan-keyakinan Ahlu Sunnah dan pandangan-pandangan fikih imam mazhabnya yaitu Abu Hanifah, pada hakikatnya ini adalah buku aqidah dan fikih. Buku ini juga merupakan satu paket tafsir Al Qur’an dan buku tersebut mencakup juz terakhir Qur’an dari surat Munafiqin sampai akhir Qur’an.

     Al Maqalat, peneliti buku At Tauhid berkata bahwa naskah buku ini ada di beberapa perpustakaan Eropa. Akan tetapi karya-karya lainnya dan nama-namanya tercantum di buku-buku terjemahan di antaranya adalah:
a.       Akhdzu Al Syara’i
b.      Al Jadal fi Ushul Al Fiqh
c.       Bayan wa Hum Al Mu’tazilah
d.      Rad Kitab Al Ushul Al Khomsah lil Bahili
e.       Rad Al Imamah li ba’dzi Al Rawafidz
f.       Al Rad ala Ushu Al Qaramathah
g.      Rad Tahdzib Al Jadal Lil Ka’bi
h.      Rad wa Aid Al Fisaq lil Ka’bi
i.        Rad Awa’il Al Adilah lil Ka’bi
3.      Tokoh-Tokoh Dan Ajarannya
Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Badzawi  yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun 493 Hijriyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang  dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.

Al-Badzawi   sendiri   mempunyai   beberapa   orang   murid,   yang   salah  satunya adalah Najm al-Din  Muhammad  al-Nasafi  (460-537   H),  pengarang buku al-‘Aqa’idal Nasafiah.[26]

Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya  sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah  ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham  Al-Maturidi dan golongan  Bukhara  yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.[24]

2.      Pokok Pemikiran Aliran Al-Maturidi
Sebagaimana tokoh-tokoh paham yang lain, al-Maturidi mempunyai konsep pemikiran yang berisi pokok-pokok ajarannya sebagai berikut :
a.       Kedudukan Akal dan Wahyu
Al-Maturidi dalam pemikiran teologinya mendasarkan kepada Al-Quran dan akal, hal tersebut sesuai dengan pemikiran al-Asy’ari namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar daripada yang diberikan oleh al-Asy’ari. Menurut al-Maturidi  mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui oleh akal, hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluki ciptaan-Nya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintahkan oleh ayat-ayat tersebut, namun akal tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban yang lainnya.
Penentu baik dan buruknya sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedang perintah dan larangan syari’ah hanya mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Karena akal tidak selalu mampu membedakan baik dan buruk tetapi terkadang akal mampu membedakannya, maka dalam ini wahyu diperlukan untuk dijadikan pembimbing.
Sesuatu yang berkaitan dengan akal al-Maturidi membagi mebagi pada tiga macam:
1)      Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu,
2)      Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu,
3)      Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
Akal dapat mengetahui adanya Tuhan serta baik dan buruk dan juga dapat mengetahui kewajiban dan larangan dari Tuhan. Iman dalam pandangan tentang adanya Tuhan menurutnya lebih tashdiq, sebab akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui yang diinginkan Tuhan.  Dengan demikian bagi al-Maturidi ( Maturidiyah Samarkand ) peranan wahyu lebih kecil daripada akal.
b.      Perbuatan Manusia
Setiap manusia memiliki kebebasan di dalam gerak-geriknya. Menurut al-Maturidi perbuatan manusia yang jelek dan buruk sama sekali terlepas dari kehendak Allah,[25] sebab jika perbuatan baik dan buruk  yang dilakukan manusia terikat kepada Allah, maka manusia didalam berbuat kejahatan melibatkan campur tangan Allah juga, sehingga apabila manusia berbuat kejahatan atau kejelekan sudah merupakan  kehendak Allah, maka Allah sudah menganiaya makhluk-Nya. Hal tersebut berdasarkan firman Allah QS. Hud (11): 101 yang berbunyi:
Terjemahnya:
 “ Kami tiak berbuat lalim terhadap mereka, tetapi mereka sendiri  yang bebuat lalim terhadap diri mereka”[26]
Aliran ini berpandangan bahwa manusialah yang mewujudkan semua perbuatan sesuai dengan daya yang ada pada diri manusia, pemakaian daya yang diciptakan bersamaan dengan perbuatan sedangkan perbuatan Tuhan hanya menciptakan daya dan bagaimana daya itu diaktualisasikan, itu merupakan perbuatan manusia. Kehendak daya manusia  dalam arti sebenarnya bukan dalam arti kiasan.[27]
c.   Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Perbuatan manusia  dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang  buruk adalah ciptaan Tuhan akan tetapi bukan berarti bahwa Tuhan berbuat dan berkehendak dengan sewenang-wenang serta sekehendak-Nya semata, karena dalam hal ini qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang ( absolut ) tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
Kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh keadilan Tuhan yang mengandung arti segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena itu Tuhan  tidak akan memberi beban kepada manusia yang terlalu berat, dan tidak sewenang-wenang memberi hukuman karena Tuhan tidak berbuat zalim dan Tuhan akan memberi upah atau hukuman  kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. [28]   
d.      Sifat-sifat Tuhan
Berkaitan dengan sifat Tuhan al-Maturidi berpendapat bahwa, Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sifat sama’, bashar dll.dengan pengertian bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensinya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama)  dzat tanpa terpisah, Dia menetapkan sifat Allah tidak harus membawanya kepada pengertian anthromorphisme (Tuhan bersifat immateri, tidaklah dapat dikatakan bhawa Tuhan mempunyai sifat-sifat  jasmani)[29]         
Terhadap ayat-ayat yang mengandung sifat-sifat seperti bahwa Allah mempunyai wajah, tangan, mata dan lainnya, al-Maturidi berdiri pada posisi penta’wil dan berjalan di atas prinsipnya yaitu membawa ayat-ayat mutasybih (samar, tidak jelas) kepada yang muhkan ( yang jelas pengertiannya ). Sebagai contoh dia menginterpretasikan potongan ayat dari firman Allah QS Al-A’raf (7) : 54 :
Terjemahnya:
“ Kemudian Dia  bersemayam di atas ‘Arsy…”
Dalam menafsirkan ayat tersebut dia menggunakan makna alternatif, yaitu bahwa Allah menuju ‘Arsy dan menciptakannya dalam keadaan rata, lurus dan teratur.
e.       Melihat Tuhan
Firman Allah dalam QS al-Qiyamah ( 75 ) : 22-23 berbunyi :
Terjemahnya:
“Pada detik-detik itu ada orang yang mukanya berseri-seri. Yang memandang rindu kepada”[30]
Dalam hal melihat Tuhan al-Maturidi berpendapat bahwa, Allah dapat dilihat di hari Kiamat, hal tersebut merupakan salah satu keadaan khusus dari kondisi pada hari Kiamat,yaitu hari perhitungan amal pahala dan siksa.[31] Sedangkan keadaan itu hanya Allah yang mengetahui bagaimana bentuk dan sifatnya karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia. Membicarakan keadaan yang sebenarnya hari Kiamat itu termasuk sikap yang melampaui batas.
f.       Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam ( sabda ) yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi ( sabda yang sebenarnya atau makna abstrak ) . Al-Quran dalam arti kalam yang tersusun huruf dan kata-kata adalah baharu ( hadis ) sedang kalam nafsi tidak dapat diketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengannya kecuali dengan suatu perantara.[32] Al-Maturidi berpendapat bahwa Al-Quran sebagai sabda Tuhan bukan sifat tetapi perbuatan yang diciptakan Tuhan tidak bersifat kekal, Dia lebih cocok menggunakan istilah hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Quran..
g.      Pengutusan Rasul
Menurut al-Maturidi akal tidak selamanya mampu mengetahui kewajiban yang dibebankan kepada manusia seperti, mengetahui baik dan buruk,  sehingga akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Maka dari itu pengutusan Rasul sangat diperlukan sebagai media informasi karena tanpa mengikuti ajaran wahyu manusia membebankan sesuatu di luar kemampuannya kepada akal. Al-Bayadi memberikan keterangan bahwa keadaan akal tidak dapat mengetahui segala apa yang diketahui manusia tentang Tuhan dan alam gaib, Oleh karena Tuhan menghendaki perbuatan baik manusia, maka Tuhan wajib mengirim para rasul.[33]
h.      Pelaku Dosa Besar
Orang melakukan perbuatan dosa besar menurut al-Maturidi  tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia meninggal sebelum bertobat, hanya saja yang berbuat dosa besar  hukumnya fasik[34] karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada semua perbuatan manusia sesuai dengan perbuatannya dan yang kekal di neraka adalah orang-orang yang berbuat dosa syirik.[35] Perbuatan dosa besar selain syirik bukanlah kafir atau murtad karena menurutnya iman itu cukup dengan tasdhiq dan iqrar sedangkan perbuatan adalah merupakan penyempurna iman.
Berkenaan dengan hal tersebut Al-Maturidi mengatakan bahwa Allah telah menjelaskan  dalam firman-Nya QS al-An’am ( 6 ) : 160 yang berbunyi:
Terjemahnya;
 “Barang siapa yang membawa sesuatu amal yang baik, akan mendapat ganjaran sepuluh ganda, Barang siapa yang membawa sesuatu amal yang jelek, maka balasannya hanya sepadan, dengan tidak diperlakukan secara lalim”[36]
i.        Kebangkitan di Hari Kiamat
Tentang kebangkitan di hari Kiamat al-Maturidi meyakini adanya hal tersebut,dimana jasad manusia dibangkitkan kembali[29]. Hal tersebut al-Maturidi dengan  alasan firman Allah QS al-Haj ( 22 ) : 7 yang berbunyi :
Terjemahnya:
 “Dan bahwa kiamat pasti bakal datang, dan bahwa Allah akan membangkitkan penghuni kubur’.[37]
j.        Mengenai Iman
Penyempurnaan iman seseorang sebagai pelengkapnya adalah pernyataan lisan dan amal perbuatan. Karena iman adalah kepercayaan dalam hati, seperti contoh orang yang percaya dan menyakini ke-Esaan Allah dan percaya kepada Rasul-Nya maka dia sudah digolongkan kepada orang mukmin. Iman mestilah lebih dari tashdiq  yaitu ma’rifah dan’amal[38] karena bagi mereka akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan. Pandangan tersebut didasarkan pada dalil naqli[39] yang menjelaskan bahwa Nabi Imbrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan menghidupkan orang yang sudah mati. Permintaan tersebut menurut al-Maturidi tidaklah berarti Ibrahim belum beriman tetapi Ibrahim mengharapakan imannya yang sudah dimiliki meningkat menjadi iman hasil ma’rifat.
k.      Perbuatan Tuhan
Dalam hal perbuatan Tuhan al-Maturidi berpendapat bahwa, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya kehendak Tuhan dan tidak ada yang memaksa  atau membatasai kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendaknya sendiri. Setiap perbuatan Tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari kehendak-
Nya.
Pendapat al-Maturidi yang berkenaan dengan perbuatan Tuhan bahwa Allah Maha Suci dari berbuat secara main-main, segala perbuatan-Nya senantiasa sesuai dengan kebijaksanaan-Nya karena Dia Maha Bijaksana serta Maha Mengetahui.[40]




BAB III
KESIMPULAN
Kelompok Asy’ariyah dan Al-maturidi muncul karena ketidakpuasan Abul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi terhadap argumen dan pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh kelompok Muktazilah. Dalam perjalannya, Asy’ari sendiri mengalami tiga periode dalam pemahaman akidahnya, yaitu Muktazilah, kontra Muktazilah, dan Salaf.

Antara Asy’ariyah dan Maturidiyah sendiri memiliki beberapa perbedaan, di antaranya ialah dalam hal-hal sebagai berikut: Tentang sifat Tuhan, tentang perbuatan manusia, tentang Al-Qur’an, kewajiban tuhan, Pelaku dosa besar, Rupa Tuhan, dan juga janji Tuhan.

Pokok-pokok ajaran Al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kesamaan dengan aliran  al-Asy'ariyah  dalam merad pendapat-pendapat  Mu'tazilah. Perbedaan yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka  atau dalam masalah cabang.

Pemikiran-pemikiran al-Maturidi jika dikaji lebih dekat, maka akan didapati bahwa al-Maturidi memberikan otoritas yang lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari. Namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi yang condong kepada Asy’ariyah.




DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syahrastani, Muhammad bin Abd Al-Karim,  Al-Milal wa An-Nihal, Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, 1951
Abdul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu Bainal Firaq, Dar al-Kutub al-ilmiah: Beirut: t.t
Badawi, Abdurrahman, Mazhab Al-Islamiyyin, Dar Ilmi lil Al-Malayin, 1984
Hamid, Jalal Muhammad Abd, Al-Nasyiah Al-Asy’ariyah wa Tatawwaruh, Beirut: Dar Al-Kitab, 1975
Hanafi, A, Pengantar Teologi Islam, Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003
Ibrahim, Aliran dan Teori filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Madkour, Ibrahim , Aliran dan teori filsafat islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Muhammad Tholhah Hasan. Aswaja dalam Persepsi dan Tradisi NU Jakarta:  aniuhnia Press, 2005
Nasir, Sahilun A. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986
Rozak, Abdul & Anwar, Rohison, Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2009


[1] Abubakar Aceh, Salaf: Islam dalam Masa Murni, Ramadhani, Solo, 1986, hlm. 25.
[2] Jalal Muhammad Musa, Nasy’ah Al-Asy’ariyah Wa Tathawwuruha, Dar Al-Kitab Al-Lubnani Beirut, 1975, hlm. 15.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] https://www.academia.edu/25095341/Asyariyah_dan_Maturidiyah
[6] Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), hal. 124
[7] http://ustadzmuis.blogspot.com/2009/02/paham-kalam-asyariyah.html#uds-search-results
[8] Abdul Rozak dan Rosihon anwar, Ilmu Kalam….,.,hal. 121
[9] Abdul Rozak dan Rosihon anwar, Ilmu Kalam….,.,hal. 121
[10] C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor, 1991), hal. 67-68
[11] C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam…..,., hal. 68
[12] Abdul Rozak dan Rosihon anwar, Ilmu Kalam….,.,hal. 122
[13] Ibid
[14] Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, (Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, 1951), hal. 115
[15] Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal…..,.,hal. 115
[16] Harun Nasution,  Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), hal. 69
[17] I Harun Nasution,  Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan…,., hal. 69
[18] Abdul Rozak dan Rosihon anwar, Ilmu Kalam….,.,hal. 123
[19] Abdul Rozak dan Rosihon anwar, Ilmu Kalam….,.,hal. 124
[20] Ibid
[21] Ibid
[22] http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html
[23] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003), hal. 167.
[24] http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html
[25] Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, (Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, 1951), hal. 115
[26] Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal…..,., hal. 122
[27] Harun Nasution,  Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), hal. 69
[28] Harun Nasution,  Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, …,., hal. 69
[29] Abdul Rozak dan Rosihon anwar, Ilmu Kalam….,.,hal. 123
[30] Abdul Rozak dan Rosihon anwar, Ilmu Kalam….,.,hal. 124
[31] Ibid
[32] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003), hal. 167
[33] Abdul Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,hlm124
[34] Harun Nasution,  Teologi Islam…, hal. 70
[35] Ibid.,hlm.126
[36] Harun Nasution,  Teologi Islam…, hal. 70
[37] Ibid, hal. 131-132
[38] Muhammad Tholhah Hasan. Aswaja dalam Persepsi dan Tradisi NU
[39] Abdul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu Bainal Firaq  (Dar al-Kutub al-ilmiah: Beirut:  t.th). hal, 28
[40] Abdul Rozak dan Rosihon anwar, Ilmu Kalam...,hal.127

Cara membuat bootable usb (usb installer) untuk menginstal Windows 7, 8, 10 dan 11 menggunakan aplikasi Rufus

Jika Anda ingin membuat bootable USB drive untuk menginstal Windows 7, 8, 10, dan 11, Anda dapat menggunakan aplikasi Rufus. Rufus adalah ap...